Bandingkan dua gambar di atas! Gambar pertama menunjukkan betapa lugunya dua orang anak PAUD yang sedang bercengkrama membicarakan acara liburan mereka di akhir pekan. Sedangkan Gambar kedua menampakkan gurat amarah sekelompok anak muda yang MUNGKIN 10-20 tahun yang lalu sama lucunya dan sama lugunya. Saya jadi penasaran bagaimana mereka sewaktu kecil? Bagimana dengan anda?
Pagi ini ada satu hal yang menggelitik naluri saya sebagai seorang pendidik PAUD. Salah seorang anak murid saya Ibra menangis dan mengatakan bahwa ia dipukul temannya, Bima. Saat ditanyakan ternyata Bima hanya membela Salsa yang sebelumnya diganggu oleh Ibra. Saat saya membawa mereka bertiga di pojok sekolah, ada enam teman lainnya yang saling "cekcok" membela dua pihak Bima dan Ibra. Saya tersenyum dan membawa yang lainnya untuk menjauh, lalu membiarkan ketiganya menyelesaikan masalah mereka. Selang beberapa menit kemudian saya tanyakan lagi, apa masalah mereka sudah selesai? mereka mengangguk lalu bermaafan. Bermain lagi seperti biasanya.
Lalu saya teringat masa-masa SMA, saat itu saya dan teman-teman belum diperbolehkan pulang walau waktu belajar sudah habis. Gerbang sekolah ramai di hadang polisi, dari kejauhan terlihat anak laki-laki dari sekolah tetangga membunyikan gas motornya hingga menimbulkan suara yang bising. Di sudut ruangan kelas pun, teman-teman saya terlihat mukanya merah padam seolah tak terima sekolah mereka diserang. Saya yang saat itu tidak peduli hanya geleng-geleng kepala lalu "ngadem" di mushola. Setelah tanya sana sini, ternyata masalahnya hanyalah masalah sepele "Rebutan Cewek". Ah bodoh!
Itu hanyalah gambaran faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar. "Ini disebut faktor peer-pressure, di mana kecenderungan remaja ketika mereka mengadopsi atau mengikuti nilai-nilai atau perilaku dari orang lain karena merasa mendapatkan tekanan untuk melakukan itu agar mengikuti keinginan lingkungan. Baik tekanan itu mereka rasakan atau pikiran. Jadi, mereka terpaksa untuk mengikuti kesamaan di lingkungan mereka, walau sebenarnya tidak ingin memilih hal tersebut."(sumber)
Kadang tawuran itu sendiri bagi mereka juga dianggap sebuah pembuktian akan nilai kesetiakawanan ataupun pembuktian nilai harga diri mereka. Emosi mereka meledak dan tidak terkontrol oleh otak yang berlevel tinggi tadi.
Lalu bagaimana cara mencegah dan menanggulangi tawuran ?
Perkuat Pendidikan Karakter dan Agama Sejak Dini
Banyak karakter yang harus ditumbuhkan sejak dini, mulai dari kejujuran, sopan santun, pemaaf, dll. Agak kurang adil rasanya jikalau Sekolah dijadikan kambing hitam atas maraknya tawuran yang terjadi. Sekolah memang memegang peranan dalam pendidikan anak, namu pendidikan pertama anak berasal dari keluarga. Keluarga dalam hal ini orang tua adalah faktor pertama yang membentuk karakter anak, sekolah hanya mengambil seperempat atau sepertiga waktu mereka untuk dididik. Selanjutnya guru dan lingkungan sekitar.
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orangtuanya
yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Baihaqi).
Hal yang Perlu dilakukan Keluarga dan Sekolah
Bangun keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dan juga keluarga yang dekat dengan Allah. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada
anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja,
belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal
yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, jika keluarga itu dinaungi dengan kasih sayang dan sesuai dengan yang diajarkan agama, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih sayang dan berkarakter.
Jadilah Teladan. Banyak dari orang tua dan guru mendikte anak-anaknya untuk melakukan ini dan itu, memperbolehkan sesuatu dan melarang sesuatu tanpa menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Banyak juga guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan,
serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara
kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya. Pendidikan "otoriter" yang membangun pribadi sekuler seperti inilah yang harus dihilangkan. Jadilah teladan yang baik bagi anak-anak dimulai dari hal yang sederhana. Seperti mengajarkan mereka berterima kasih, meminta tolong, dan meminta maaf. Saya rasa teladan juga bukan hanya keharusan dari orang tua dan guru, aparat pemerintah, anggota DPR dan seluruh masyarakat Indonesia harusnya bisa menjadi teladan yang baik untuk generasi muda. ^_^
Perbanyak Kegiatan Positif Anak
Jika anak dibimbing untuk mengembangkan minat bakatnya dalam hal yang positif, ia akan terbiasa melakukan kegiatan-kegiatan yang positif pula. Dalam hal ini Orang Tua dan guru harus jeli melihat potensi anak. Misalnya saja, Sepupu saya bernama Dimas. Sekilas, Dimas dikenal sebagai anak yang nakal, suka mengganggu tema dan tidak bisa diam. Setiap di kelas, Dimas selalu melompat dari satu meja ke meja lainnya, bergantung-gantung di pintu atau tiang penyangga. Untunglah, seorang guru yang begitu luar biasa bisa melihat potensi diri Dimas. Ia lalu membawa Dimas untuk dilatih sebagai atlit senam lantai dengan satu syarat Dimas tidak lagi melompat-lompat dikelas. Well, akhirnya Dimas bisa mewakili Bengkulu untuk tingkat Sekolah Dasar dalam kompetisi Senam Lantai ke Jakarta. Nah, jangan melihat kenakalan anak sebagai sesuatu yang harus ditekan dan dihilangkan, salurkan potensinya. Maka anak akan menunjukkan hasil yang luar biasa ;) Tak lupa bekali ia dengan ilmu agama agar ia tahu apa tujuannya ke depan.
Nah, untuk teman-teman di lingkungan sekolah atau kampus juga tidak boleh tinggal diam melihat situasi seperti ini. Ada b tips yang bisa dilakukan untuk Mencegah dan Menanggulangi Tawuran
Hidupkan Kegiatan ROHIS dan Organisasi lainnya
Saya anak Rohis dan saya bukan teroris. Motto ini perlu digalakkan, agak miris saat anak ROHIS disangka sarang teroris padahal yang anarkis di jalanan itu siapa? heheee.... Nah, sebagai anak Rohis yang peduli dengan saudara-saudaranya, Yuk hidupkan kegiatan rohis yang bisa menumbuhkan semangat pelajar-pelajar untuk berprestasi . nggak melulu hanya dengan ceramah. Kegiatan-kegiatan kreatif mulai dari kompetisi-kompetisi menulis, mading, pidato, debat bisa digalakkan biar pelajar-pelajar nggak kepikiran lagi untuk tawuran. Ajak teman-teman untuk menyalurkan minat bakatnya dalam ekstrakulikuler. Yang suka Tendang-Tendangan buruan ikutan Sepak Bola, yang Suka Tinju-Tinjuan buruan ikut Boxing, yang Suka Ngerakit-rakit ikutan deh robotika. Heehe, Generasi Muda Indonesia terlalu pintar dan terlalu berharga kalau hanya untuk mati di tikam saat tawuran.
"kakak-kakak jangan tawuran lagi ya!! Peace donk ah! kayak kami!!!"
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu : Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran
sebelum keduluan juri nya yg datang,, aku mampir dulu aah,,, hehehe
BalasHapusmet sore chika,, sukses kontesnya ya,, oh ya,, aku suka lagu di blog ini,, ini lagu siapa ya chik?
Terima kasih atas partisipasi sahabat.
BalasHapusSalam hangat dari Surabaya
wah miris liat banyaknya dampak negatif akibat terjadinya tawuran ini apalagi sampai kehilangan nyawa. Semoga tawuran bisa berhenti.
BalasHapusoh ya,
saya ngadain kontes menulis berhadiah kecil2an nih, infonya bisa dilihat diblog saya.
Ditunggu partisipasinya ya. :)
thanks
Jun_P.M
carameninggikanbadancepatalami.blogspot.com
semoga sukses ya kontesnya.. :)
BalasHapuspiss men gitu ya de hehehe semoga menang ya kontesnya
BalasHapusPerkuat karakter sejak dini... ^^
BalasHapusSetuju sangat mbak.. :D
anak2 yg tawuran itu ga tahu bagaimana mengekspresikan diri, yup dari rumah dan dari kecil harus dilakukan biar ketika usia remaja *even dewasa* anak2 jadi bisa memilih sikap apa yang harus diambil untuk meluapkan emosinya, semoga menang yaa GA nyaa :)
BalasHapusItu yang suka tawuran pasti pernah ngalami jadi anak-anak yang lugu dong ya? Sayang ya sampai terpengaruh lingkungan yang buruk, sampai kemudian mereka mampu berubah jadi beringas :(
BalasHapusTawuran kok jadi tradisi ya. Apa gak malu tuh?
BalasHapusMudah-mudahan pada dapat hidayah.
arif gak pernah tawuran loh seumur-umur.. boleh bangga gak? :D
BalasHapus